Beranda | Artikel
Kedustaan Syiah Atas Kota Suci Makkah Dan Madinah
Jumat, 13 September 2013

KEDUSTAAN SYI’AH ATAS KOTA SUCI MAKKAH DAN MADINAH

Adalah Makkah dan Madinah, dua tempat suci yang selalu memesona pandangan kaum muslimin. Kedudukan dua tanah suci ini menjadi tambatan hati mereka yang beriman kepada Allah Ta’ala dan meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Magnet dua tanah haram ini mengalahkan kota-kota lain di dunia. Terbukti, umat Islam selalu berbondong-bondong mengunjunginya, baik melalui ibadah haji maupun umrah.

Selain itu, dua kota ini juga menjadi benteng keimanan terakhir. Yaitu saat tempat-tempat lain dilanda kegoncangan iman. Disebutkan dalam hadits shahîh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْمَدِينَةِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا

Sesungguhnya iman akan kembali ke Madinah seperti seekor ular yang kembali ke lubang sarangnya” [HR al-Bukhâri dan Muslim]

Dua kota suci ini aman dari terjangan fitnah Dajjâl, saat semua kota di dunia terjamah oleh fitnahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan malaikat-malaikat untuk menjaga dua kota suci tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengisahkan perkataan Dajjal.

فَلَا أَدَعُ قَرْيَةً إِلاَّ هَبََطْتَهَا فِيْ أَرْبَعييْنَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَ طَيِّبَةٍ

(Dajjal mengatakan) : Tidaklah aku membiarkan suatu daerah kecuali pasti aku singgahi dalam masa empat puluh malam, selain Mekkah dan Thaibah (Madinah)” [HR. Muslim]

Penjelasan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menjadi panutan kaum muslimin. Akan tetapi kaum Syi’ah memiliki keyakinan yang berbeda.

Menurut mereka, tempat suci yang mulia ialah kota Qum. Katanya, kedudukan kota ini lebih tinggi dari pada Ka’bah, Makkah dan Madinah. Terhadap hadits-hadits shahîh yang menegaskan keutamaan Makkah dan Madinah, mereka bersikap sebagaimana kaum Yahudi dan Nashara melakukan tahrîf (pembelokan) dan mengotak-atiknya, supaya makna yang dikandung hadits tersebut seolah mendukung hawa nafsu mereka.

Ulama hadits dari kalangan Syi’ah membelokkan hadits-hadits ini ke “kota suci” mereka, yaitu kota Qum di negeri Iran. Anggapan mereka, kota Qum itulah wilayah yang akan selamat dari fitnah Dajjâl, dan dari hantaman malapetaka maupun musibah. Begitu pula dengan penduduknya. Jadi menurut mereka bukan Makkah atau Madinah.

Dalam Bihârul-Anwâr (57/213), seorang tokoh Syi’ah yang bernama al-Majlisi berkata: “Sungguh, malapetaka terjauhkan dari kota Qum dan para penduduknya. Akan datang suatu masa, saat kota Qum dan para penduduknya akan menjadi hujjah di hadapan seluruh makhluk. Peristiwa itu terjadi saat imam kita ‘alaihis-salâm masih dalam masa pertapaan sampai pada saat kemunculannnya. Kalau tidak demikian, niscaya bumi akan menenggelamkan penghuninya. Sungguh malaikat-malaikat menghalangi musibah-musibah atas kota Qum dan penduduknya. Tidaklah seseorang yang bertangan besi berniat buruk kepadanya kecuali akan dilumpuhkan oleh Dzat yang mengalahkan para perusak itu dan akan menyibukkannya dengan musibah, malapetaka maupun musuh. Dan Allah akan membuat orang-orang tersebut melupakan kota Qum dan penduduknya, sebagaimana mereka telah melupakan Allah”.

Selanjutnya al-Majlisi mengatakan, telah diriwayatkan melalui beberapa sanad dari ash-Shâdiq alaihis-salâm, bahwa beliau bercerita tentang kota Kufah dengan penuturannya: “Kota Kufah akan kosong dari kaum mukminin. Ilmu akan menjauh darinya, seperti seekor ular menjauhi sarangnya. Setelah itu, ilmu akan terlihat di suatu daerah yang bernama Qum. Akhirnya, ia menjadi sumber ilmu dan keutamaan. Sampai orang yang teraniaya tidak memiliki lagi hujjah dalam agama. Seandainya tidak demikian, niscaya bumi akan menenggelamkan penghuninya dan tidak ada hujjah apapun yang tersisa. Dari sana (Qum) ilmu menyebar luas menuju seluruh negeri di Timur dan Barat. Maka, hujjah Allah akan sempurna di hadapan para makhluk, sehingga tidak ada seorang pun yang tidak tersentuh ilmu dan agama di dunia ini. Kemudian, muncullah sang imam ‘alaihis-salâm untuk mendatangkan kemarahan dan kemurkaan Allah kepada para hamba-Nya. Sesungguhnya Allah tidak membalas dendam kepada para hamba selain karena mereka telah mengingkari hujjah”.

Di bagian lain, halaman 214, ia membual: “Dari Ahmad bin Muhammad bin ‘Isâ dari al Hasan bin Mahbûb dari Abu Jamîlah al Mufadhdhal bin Shâlih dari seorang lelaki dari Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salâm, ia berkata: “Jika malapetaka telah menimpa di seluruh negeri, maka bergegaslah ke kota Qum dan tempat di sekitarnya dan penjuru-penjurunya. Sesungguhnya malapetaka tertolak di dalamnya”.

Tentang kota Qum, Muhammad Bâqir al-Majlisi mengatakan dalam Bihârul-Anwâr (2/207): Dari ash-Shâdiq Ja’far bin Muhammad ‘alaihis-salâm, ia berkata: Ayahku telah menceritakan kepadaku dari kakekku dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah bersabda:

Dalam perjalanan Isra` menuju langit, Jibrîl memanggulku di atas bahu kanannya. Aku menyaksikan daerah berwarna merah di dataran yang tinggi. Lebih indah warnanya dibandingkan za’farân, lebih harum ketimbang aroma misk. Tiba-tiba muncul seorang yang sudah tua-renta mengenakan burnus.
Maka aku bertanya kepada Jibrîl: “Tempat apakah yang berwarna merah ini yang lebih indah dari za’farân dan lebih wangi dari minyak misik”.
Jibriil menjawab,”Itu adalah tempat para pembelamu dan pembela ‘Ali?”
Kemudian aku bertanya: “Siapakah orang tua yang mengenakan burnus?”
Jibriil menjawab,”Ia adalah Iblis.”
Aku bertanya,”Apa yang ia inginkan dari mereka (penduduknya)?”
Jibriil menjawab, “Ia ingin memalingkan mereka dari penetapan kepemimpinan Amirul- Mukminîn (‘Ali bin Abi Thâlib) dan mengajaknya untuk berbuat fasik dan kejahatan,”
Aku berkata,”Wahai Jibrîl, tolong turunkan aku kepada mereka,” maka Jibrîl membawaku kepada mereka melebihi kecepatan kilat yang menyambar dan pandangan yang berkedip.
Kemudian aku berkata: “Qum (berdirilah) wahai makhluk terlaknat (Iblis). Ganggulah musuh-musuh mereka (Ahli Sunnah) pada harta-harta, anak-anak dan istri-istri mereka. Sesungguhnya para pembelaku dan pembela ‘Ali, tidak ada kekuatan atas dirimu untuk menguasai mereka”.

Sejak itulah ia dinamakan kota Qum.

Di tempat lain (57/207), al-Majlisi berkata: Ali bin Muhammad al-‘Askari dari ayahnya dari kakeknya Amirul-Mukminin ‘alaihimus-salâm, ia berkata: Rasulullah berkata: Pada perjalanan Isra`ku ke langit tingkat empat, aku melihat sebuah kubah yang terbuat dari permata, memiliki empat tiang dan empat pintu. Nampak seolah-olah sutera hijau.

Aku bertanya,”Wahai Jibrîl, kubah apakah seindah itu yang tidak aku saksikan di langit empat?”

Jibrîl berkata,”Wahai kekasihku Muhammad. Itu adalah gambar kota yang bernama Qum. Disana akan berkumpul para hamba Allah yang beriman, menunggu engkau dan syafaatmu pada hari Kiamat dan hari Hisab …”.
Riwayat dusta lain yang menceritakan keutamaan kota Qum dan penduduknya, konon riwayat itu disampaikan al-Hasan bin ‘Ali bin al-Husain dari Abu ‘Abdillah ash-Shâdiq ‘alaihimus-salâm, bahwa ada seorang lelaki menemuinya sembari bertanya: “Wahai keturunan Rasulullah, aku ingin bertanya suatu masalah yang belum pernah ditanyakan orang lain sebelumku dan tidak akan ditanyakan orang setelahku?”

Ia bertanya,”Apakah tentang hari penghimpunan makhluk dan kebangkitan mereka?”

Lelaki itu menjawab,”Iya benar, demi Dzat yang mengutus Muhammad dengan kebenaran sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan. Aku tidak ingin menanyakan kecuali tentang itu”.

Ia menjelaskan: “Seluruh umat manusia akan dihimpun di Baitul-Maqdis, kecuali (penduduk) daerah yang disebut Qum. Mereka menjalani hisab di kubur-kubur mereka, dan (setelah itu) dihimpun menuju surga,” kemudian ia menambahkan: “Penduduk kota Qum, mereka telah diampuni”.

Lelaki itu pun melompat sembari berkata: “Wahai putra Rasulullah, apakah itu khusus bagi penduduk kota tersebut?”.

Ia menjawab,”Iya, benar, bagi mereka dan orang-orang yang berkeyakinan seperti mereka.”

Kitab-kitab Syi’ah dan buku-buku rujukan utama mereka sarat dengan muatan-muatan ini. Mereka beranggapan bahwa negeri-negeri kaum muslimin dan bangsa Arab merupakan negeri yang buruk, dan tidak ada kebaikan sedikit pun di dalamnya. Kebaikan hanya menaungi wilayah-wilayah yang mereka tempati, terutama kota Qum.

Pernyataan mereka dapat ditelusur dalam buku-buku utama yang menjadi rujukan Syi’ah, bukan tuduhan yang tanpa alasan. Ini perlu diketahui oleh kaum muslimin agar tetap menyadari betapa besar kebencian dan kedengkian kaum Syi’ah kepada kaum Muslimin, pengikut Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Padahal jika dinalar secara sederhana saja, riwayat yang dibawakan oleh orang-orang Syi’ah itu sangat bertentangan dengan logika dan kenyataan yang ada. Sebagaimana terlihat semenjak zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, negeri Persia tempat kota Qum terpetakan merupakan basis kaum Majusi. Sebuah bangsa yang tidak beriman kepada Allah. Sesembahan mereka ialah api, yang sangat jelas tidak sebanding dengan keutamaan manusia. Sama sekali tidak ada unsur tauhid. Disebutkan dalam hadits, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan bahwa Persia akan takluk di bawah kaki kaum muslimin.

Oleh karena itu, bagaimana mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keturunannya menyanjung kota Qum yang memiliki karakter seperti itu? Hal ini, tentu berbeda dengan jazirah Arab dan Syam yang memang menjadi tempat para nabi dan rasul Allah.
Wallahul-Hâdi.

(Diadaptasi dari tulisan Syaikh Jamâl Sa’ad Hâtim, berjudul Mâ Dzâ Qâla asy-Syâ’ah ‘an Ahli Haramain wasy-Syâm, dalam Majallah at-Tauhîd, 424 hlm. 36, Rabi’ul-Awwal 1428 H)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3717-kedustaan-syiah-atas-kota-suci-makkah-dan-madinah.html